Krisis ekonomi Indonesia sampai saat ini masih berlangsung dan belum menunjukkan tanda-tanda untuk segera pulih. APBN
kita masih dikuras dalam jumlah besar untuk pengeluaran membayar bunga
hutang baik hutang luar negeri maupun bunga hutang dalam negeri dalam
bentuk bunga obligasi rekap bank konvensional. Seharusnya dana APBN
ratusan triliun digunakan untuk pemberdayaan rakyat miskin, tetapi
justru untuk mensubsisi bank-bank ribawi melalui bunga rekap BLBI dan
SBI. Ini terjadi karena pemerintah telah terperangkap kepada sistem riba
yang merusak perekonomian bangsa. Menaiknya harga BBM semakin memperparah penderitaan rakyat
Indonesia dan semakin membengkakkan angka kemiskinan. Inflasi meningkat
secara tajam. Semua para ekonom hebat di negeri ini meprediski infasi
hanya 8,7 %, tetapi kenyataannya melejit di luar dugaan, lebih dari 18
%. Ekonom hebat tersebut keliru besar dalam memprediksi. Angka inflasi 18 % merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Sebagai
indikator penting bagi perekonomian negara, maka inflasi wajib
dipandang secara kritis. Sebab, inflasi yang melonjak tinggi bermakna
gong marabahaya bagi ekonomi rakyat
Pada saat ini, tercatat jika sejak Maret 2005, jumlah utang Indonesia mencapai Rp1,282 triliun. Angka fantastis nan bombastis tersebut, setara dengan 52 % dari produk domestik bruto. Komposisi utang itu ialah 49% persen utang luar negeri. Sementara 51 persen utang dalam negeri.
Selain problem
hutang Indonesia yang amat besar, ancaman terhadap kesinambungan fiskal
dan pembiayaan pembangunan juga menjadi problem besar. Demikian pula
buruknya infrastruktur, rendahnya investasi dan pertumbuhan ekonomi,
terpuruknya sektor riel, menurunnya daya saing, serta akan masih
meningkatnya angka pengangguran akibat kenaikan BBM yang lalu..
APBN kita masih berada pada titik yang kritis, sebab faktor eksternal seperti naiknya harga minyak, bisa membuat beban
APBN membengkak dan memperbesar defisit APBN. akibat ikut membengkaknya
subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pengeluaran pemerintah yang
terkait dengan luar negeri. Belum lagi ancaman depresiasi nilai rupiah yanag selalu membayang-bayangi.
Keterpurukan
ekonomi Indoiensias juga ditandai oleh masih belum bergairahnya sektor
riil akibat lumpuhnya fungsi intermediasi perbankan konvensional. LDR
Bank konvensional masih belum optimal bahkan masih jauh, yaitu berkisar di angka 50an %.
Lain lagi NPL 2 bank konvensional raksasa yang semakin meningkat .
Peningkatan NPL (kredirt macet) tersebut telah berada pada titik yang
membahayakan, yaitu 24 & dan 20 %. Inilah kondisi bank-bank ribawi,
LDR rendah sementara NPL tinggi. Realitas ini berbeda dengan bank
syariah, FDR tingi, NPF rendah. Sehingga mendorong pertumbuhan sektor
riil. Sementara bank konvensional sebaliknya.
Kesimpulannya, ekonomi Indonesia benar-benar terpuruk dan terburuk di bawah sistem ekonomi kapitalisme. Indonesia hanya unggul
atas negara-negara Afrika seperti Malawi, Uganda, Kenya, Zambia,
Mozambik, Zimbabwe,Mali, Angola dan Chad. Peringkat daya saing
pertumbuhan (growth competitiveness index) Indonesia, nyaris sama dengan Ethiopia yang pernah hancur-lebur oleh perang serta wabah kelaparan.
Syari’ah Sebagai Solusi
Salah satu solusi penting yang harus diperhatikan pemerintahan dalam merecovery
ekonomi Indonesia adalah penerapan ekonomi syari’ah. Ekonomi syari’ah
memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakan
keadilan pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi
mata uang sehingga menciptakan stabilitas perekonomian.
Ekonomi
syari’ah yang menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam
menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini
telah diakui oleh banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney
Shakespeare (United Kingdom), Volker Nienhaus (Jerman), dsb.
Ke
depan pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada sistem ekonomi
Islam yang telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis.
Sistem ekonomi Islam yang diwakili lembaga perbankan syari’ah telah
menunjukkan ketangguhannya bisa bertahan karena ia menggunakan sistemi
hasil sehingga tidak mengalami negative spread sebagaimana bank-bank konvensional. Bahkan perbankan syariah semakin berkembang di masa-masa yang sangat sulit tersebut.
Sementara
bank-bank raksasa mengalami keterpurukan hebat yang berakhir pada
likuidasi, sebagian bank konvensional lainnya terpaksa direkap oleh
pemerintah dalam jumlah besar Rp 650 triliun. Setiap tahun APBN kita dikuras
lagi oleh keperluan membayar bunga obligasi rekap tersebut. Dana APBN
yang seharusnya diutamakan untuk pengentasan kemiskinan rakyat, tetapi
justru digunakan untuk membantu bank-bank konvensional. Inilah faktanya,
kalau kita masih mempertahakan sistem ekonomi kapitalisme yang ribawi.
Selama ini, sistem
ekonomi dan keuangan syari’ah kurang mendapat tempat yang
memungkinkannya untuk berkembang. Ekonomi Islam belum menjadi perhatian
pemerintah. Sistem ini mempunyai banyak keunggulan untuk diterapkan,
Ekonomi Islam bagaikan pohon tumbuhan yang bagus dan potensial, tapi
dibiarkan saja, tidak dipupuk dan disiram. Akibatnya, pertumbuhannya
sangat lambat, karena kurang mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan
pihak-pihak yang berkompeten, seperti Menteri Keuangan, Menteri
Perdagangan dan Industri, BAPENAS, DPR dan Menteri yang terkait lainnya.
Keberhasilan Malaysia mengembangkan ekonomi Islam secara signifikan dan menjadi teladan dunia internasional, adalah disebabkan karena
kebijakan Mahathir yang secara serius mengembangkan ekonomi Islam.
Mereka tampil sebagai pelopor kebangkitan ekonomi Islam, dengan
kebijakan yang sungguh-sungguh membangun kekuatan ekonomi
berdasarkan prinsip syari’ah. Indonesia yang jauh lebih dulu merdeka dan
menentukan nasibnya sendiri, kini tertinggal jauh dari Malaysia.
Kebijakan-kebijakan Mahathir dan juga Anwar Ibrahim ketika itu dengan sistem syari’ah, telah mampu mengangkat ekonomi Malaysia setara dengan Singapura. Tanpa kebijakan mereka, tentu
tidak mungkin ekonomi Islam terangkat seperti sekarang, tanpa kebijakan
mereka tidak mungkin terjadi perubahan pendapatan masyarakat Islam
secara signifikan. Mereka bukan saja berhasil membangun perbankan,
asuransi, pasar modal, tabungan haji dan lembaga keuagan lainnya secara sistem syari’ah, tetapi juga telah mampu membangun peradaban ekonomi baik mikro maupun makro dengan didasari prinsip nilai-nilai Islami.
Aplikasi
ekonomi Islam bukanlah untuk kepentingan ummat Islam saja. Penilaian
sektarianisme bagi penerapan ekonomi Islam seperti itu sangat keliru,
sebab ekonomi Islam yang konsen pada penegakan prinsip keadilan dan membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi ummat Islam saja, dan karena itu ekonomi Islam bersifat inklusif.
Penutup
Momentum
Indonesia Syariah Expo hendaknya bisa menyentakkan dan membuka mata
pemerintah untuk melirik dan menerapkan ekonomi syariah sebagai solusi
perekonomian Indonesia. Pemerintah harus melihat ekonomi
syari’ah dalam konteks penyelamatan ekonomi Nasional. Sehubungan dengan
itu, pembentukan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) perlu kembali diwujudkan
dengan memasukkan para pakar ekonomoi syariah di dalamnya. Ekonomi
syariah di Indonesia telah menunjukkan ketangguhannya di masa krisis dan
lagi pula dalam praktek perekonomian di Indonesia selama ini, Indonesia
sudah menerapkan dual system, yakni konvensional dan sistem ekonomi syari’ah, terutama yang berkaitan dengan lembaga perbankan dan keuangan,
Agustianto
Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana UI Jakarta
Ekonomi Syariah Sebagai Solusi
Reviewed by Jualan Untung
on
October 20, 2012
Rating:
No comments: